UNTAD Dalam Mencegah Dan Menangani Kasus Kekerasan Seksual
Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021, Ancaman Penurunan Tingkat Akreditas Kampus
Kekerasan seksual merupakan segala tindakan seksual yang dilakukan oleh orang maupun kelompok kepada orang lain tanpa persetujuan. Lebih lengkap, Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang, dan atau tindakan lain yang menyebabkan seseorang itu tidak mampu memberikan persetujuan dalam keadaan bebas karena ketimpangan relasi kuasa, relasi gender dan atau sebab lain, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan atau kesengsaraan terhadap secara fisik, psikis, seksual, kerugian secara ekonomi, sosial, budaya, dan atau politik. Kekerasan seksual dapat terjadi pada semua orang tanpa memandang gender di ruang privat maupun di tempat umum. Hal ini menyebabkan semua orang berpotensi menjadi korban dari kekerasan seksual.
Mengutip data Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, sepanjang tahun 2015 hingga 2020, dari keseluruhan pengaduan kekerasan seksual yang berasal dari lembaga pendidikan, terdapat sebanyak 27% di antaranya terjadi di perguruan tinggi. Selain itu, survei yang dihimpun Kemendikbudristek pada 2020 menyebutkan bahwa sebanyak 77% dosen menyatakan kekerasan seksual pernah terjadi di kampus dan sebanyak 63% tidak melaporkan kasus yang diketahuinya ke pihak kampus. Pemberantasan kasus kekerasan seksualpun perlu dilakukan oleh berbagai lini dalam masyarakat, termasuk birokrasi dan masyarakat kampus.
Dalam upaya memerangi kasus kekerasan seksual yang terjadi khususnya di lingkungan akademisi. Pada awal September 2022, Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi atau yang biasa disebut sebagai Mendikbudrsitek mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudrsitek) Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang membuktikan bahwa Mendikbudristek juga turut andil dan serius dalam menekan angka kasus kekerasan seksual yang ada di Indonesia.
Dalam penegakannya, Mendikbudrsitek bersikap tegas kepada seluruh Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia untuk segera membentuk Satuan Tugas (Satgas) guna pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus. Hal ini tertuang dalam Pasal 19 Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 yang berbunyi:
Perguruan Tinggi yang tidak melakukan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual dikenai sanksi administratif berupa:
a. Penghentian bantuan keuangan atau bantuan sarana dan prasarana untuk Perguruan Tinggi; dan/atau
b. Penurunan tingkat akreditasi untuk Perguruan Tinggi.
Dalam pelaksanaannya, keanggotaan Satgas berasal dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan, terdiri atas unsur pendidik, tenaga kependidikan dan mahasiswa. Ketua satgas berasal dari unsur pendidik, sekretaris berasal dari unsur mahasiswa atau tenaga kependidikan dan keanggotaan paling sedikit 50% berasal dari unsur mahasiswa yang mewakili masing-masing fakultasnya. Satgas terdiri atas ketua merangkap anggota, sekretaris merangkap anggota, serta anggota. Berjumlah ganjil minimalnya 5 orang dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sedikitnya 2/3 dari jumlah anggota.
Tugas dan Wewenang Satgas Kekerasan Seksual Perguruan Tinggi
Sebagai ujung tombak pencegahan dan penanganan kekerasan seksual untuk masyarakat kampus, Satgas Kekerasan Seksual Perguruan Tinggi memiliki tugas dan wewenang yang termaktub dalam Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.
Satgas bertugas untuk:
1. Membantu Pemimpin Perguruan Tinggi menyusun pedoman Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi.
2. Melakukan survei Kekerasan Seksual paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan pada Perguruan Tinggi;
3. Menyampaikan hasil survei sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Pemimpin Perguruan Tinggi;
4. Mensosialisasikan pendidikan kesetaraan gender, kesetaraan disabilitas, pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, serta Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual bagi Warga Kampus;
5. Menindaklanjuti Kekerasan Seksual berdasarkan laporan;
6. Melakukan koordinasi dengan unit yang menangani layanan disabilitas, apabila laporan menyangkut Korban, saksi, pelapor, dan/atau Terlapor dengan disabilitas;
7. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam pemberian pelindungan kepada Korban dan saksi;
8. Memantau pelaksanaan rekomendasi dari Satuan Tugas oleh Pemimpin Perguruan Tinggi; dan
9. Menyampaikan laporan kegiatan Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual kepada Pemimpin Perguruan Tinggi paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan.
Satgas berwenang:
1. Memanggil dan meminta keterangan Korban, saksi, Terlapor, pendamping, dan/atau ahli;
2. Meminta bantuan Pemimpin Perguruan Tinggi untuk menghadirkan saksi, Terlapor, pendamping, dan/atau ahli dalam Pemeriksaan;
3. Melakukan konsultasi terkait Penanganan Kekerasan Seksual dengan pihak terkait dengan mempertimbangkan kondisi, keamanan, dan kenyamanan Korban; dan
4. Melakukan kerja sama dengan Perguruan Tinggi terkait dengan laporan Kekerasan Seksual yang melibatkan Korban, saksi, pelapor, dan/atau Terlapor dari Perguruan Tinggi yang bersangkutan.
Satgas PPKS Universitas Tadulako
Universitas Tadulako menyusul kampus-kampus lain dengan mulai mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudrsitek) Nomor 30 Tahun 2021. Dilansir dari laman website Universitas Tadulako, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan (Warek Bima) Dr. Sagaf mengatakan bahwa Universitas Tadulako telah mengikuti arahan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan melakukan pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS).
“Sesuai arahan Kemendikbudristek, Untad telah membentuk Satuan Tugas yang khusus menangangi kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi. Melalui Satgas PPKS yang terbentuk di bawah pimpinan pak rektor dan Kemendikbudristek, maka akan dilakukan sosialisasi pencegahan dan penanganan kekerasan seksual sesuai aturan yang tertuang dalam Permendikbudristek No. 30” ujar Dr. Sagaf.
Pembentukan Satgas PPKS Universitas Tadulako diawali dengan pendaftaran berupa surat edaran dari rektor yang dikeluarkan pada tanggal 30 Desember 2022. Dalam surat edaran tersebut, dalam kurun waktu seminggu tepatnya dimulai pada 1 Oktober hingga 7 Oktober 2022 telah dibuka kesempatan mendaftar bagi unsur pendidik, tenaga kependidikan dan mahasiswa untuk bergabung dalam PPKS Universitas Tadulako. Kemudian melalui postingan @humasuntad pada 24 Oktober 2022 terdapat pengumuman seleksi wawancara calon Satgas PPKS Universitas Tadulako yang terdiri dari enam dosen, satu tenaga pendidik, dan enam mahasiswa.
Menurut Dr. Sagaf, salah satu upaya untuk menciptakan kampus tanpa kekerasan seksual, nantinya seluruh Mahasiswa, Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan diwajibkan untuk mempelajari modul Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual yang ditetapkan oleh Kementerian. Di tahap awal, Untad akan melaksanakan pembelajaran modul tersebut kepada mahasiswa baru tahun ajaran 2022/2023 melalui Learning Management System (LMS) perguruan tinggi.
Selanjutnya, ketua PPKS yang juga sebagai dosen Program Studi Manajemen Pembangunan, Dr. Nudiatulhuda Mangun, SE., M.Si menjelaskan bahwa ditargetkan pada bulan Desember 2022 akan dilaksanakan sosialisasi awal terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus sekaligus pengenalan PPKS kepada seluruh mahasiswa.
“Pada bulan Desember akan dilakukan sosialisasi internal kampus bagi 12 Fakultas di Untad dan BEMUT, sosialisasi akan dilakukan lewat media massa, poster, spanduk, baliho, dan sosialisasi massal pada setiap HMJ dan UKM. Rencananya akan dituntaskan di bulan Desember. Adapun mahasiswa baru semester gasal 2022 akan diwajibkan mengikuti penataran lewat LMS terpusat” tutur Dr Nudiatul. Ketua PPKS juga mengaku sebelumnya pernah menjadi Ketua Divisi Pendampingan Korban selama belasan tahun di Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Provinsi Sulawesi Tengah.
Dirinya juga menjelaskan, untuk sementara karena keterbatasan anggaran sasaran utama untuk pemberian informasi adalah mahasiswa, sebagai lini paling rentan dengan adanya relasi kuasa di kampus, selebihnya untuk tenaga pendidik dan dosen. Dijelaskan juga bahwa sejak terbentuk 3 minggu lalu (terhitung kamis 1 Desember) PPKS sudah mengadakan rapat sebanyak 3 kali dengan menghasilkan rencana pelatihan internal tim PPKS, pembuatan logo, profil, media sosial, nomor aduan, hingga buku saku.
Selanjutnya, dirinya menuturkan bahwa aduan terkait kekerasan seksual di Universitas Tadulako tetap bisa dilaporkan kepada PPKS walaupun hingga saat ini pihak PPKS belum memiliki tempat tetap. Aduan tersebut dapat dilaporkan melalui nomor aduan yang tertera di media sosial PPKS seperti Facebook, Instagram, dan Twitter. Pihak pelapor juga diminta untuk tidak menyebarluaskan kasus tersebut di media sosial, sebab penyelesaian kasus kekerasan seksual menjunjung tinggi kesepakatan (consent) dengan korban, termasuk menjaga identitas korban.
Sebelum terbentuknya Satgas PPKS, segala aduan atas permasalahan terkait pelanggaran aturan disiplin akademis yang terjadi atau melibatkan mahasiswa akan ditangani oleh Komisi Disiplin (Komdis) Universitas Tadulako, termasuk kasus kekerasan seksual. Sedangkan untuk dosen dan staf pendidik akan ditangani oleh Komisi Etik. Namun, menurut ketua Komdis yang dijabat oleh dosen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP), Drs. Sudirman, M.Si menjelaskan sejak dirinya menjadi Ketua Komdis (terhitung sejak 31 Maret 2021 hingga November 2022) tidak ada sama sekali laporan tentang kasus kekerasan seksual. Justru laporan yang marak berupa pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT) illegal, laporan perkelahian, pencurian, dan laporan Lembaga mahasiswa yang berkegiatan di luar kampus di luar jam kerja.
Amanat dan Harapan Besar Satgas PPKS Universitas Tadulako
Dari berbagai elemen masyarakat di kampus berharap Satgas PPKS dapat mewujudkan Universitas Tadulako bersih dari kekerasan seksual. Termasuk diantaranya Asyita seorang mahasiswi Matematika yang sekaligus menjabat sebagai Wakil Presiden Mahasiswa. Dirinya mengaku telah mengetahui sejak awal pembentukan Satgas PPKS bahkan pihak birokrasi meminta pihak Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Tadulako (BEMUT) agar dapat bekerja sama guna mengentaskan kasus kekerasan seksual di lingkungan kampus.
“Semoga PPKS sebagai garda terdepan di kampus dapat menghapuskan kekerasan seksual yang terjadi melalui program-program yang diselenggarakan, dan dapat menangani kasus kekerasan seksual sesuai ketentuannya di kampus termasuk mendorong teman-teman penyintas dalam bersikap” harap Asyita.
Sementara itu, Chinta seorang mahasiswa Antropologi yang juga aktif menyuarakan dan mendampingi korban kekerasan seksual berpendapat bahwa pemerkosaan/pelecehan tidak pernah dibenarkan dalam konteks apapun. Pada konteks kasus kekerasan seksual di ranah kampus, kebanyakan pihak kampus justru melindungi pelaku dan menempuh jalan “damai”. Pelaku kerap kali dilindungi atas nama pencemaran nama baik dan lain sebagainya. Meski demikian, dirinya tetap memiliki harapan besar untuk Satgas PPKS.
“Harapan saya dengan adanya PPKS banyak mahasiswa maupun staf di lingkungan kampus Untad dapat memperjuangkan hak mereka dan dapat menjadi payung hukum kampus, agar dapat menjerat pelaku kekerasan seksual. Adanya PPKS ini berbicara mengenai soal perlindungan, kemanusiaan dan keadilan untuk korban. Sebaik-baiknya moral manusia adalah mereka yang memahami manusia lain dan mengusahakan kebaikan dengan melihat permasalahan secara holistik, bukan memaksakan kebaikan versinya” tegas Chinta.
PPKS sebagai ujung tombak penanganan dan pencegahan kasus kekerasan seksual di kampus diharapkan tidak hanya menjadi lembaga formalitas yang melindungi nama baik kampus, maupun menghindari ancaman penurunan akreditas kampus dari Mendikbudristek. PPKS diharapkan dapat mewujudkan kampus sebagai ruang aman bagi berbagai gender sekaligus menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk menimba ilmu.
Selanjutnya, menurut ketua PPKS, Dr. Nudiatulhuda Mangun, SE., M.Si bahwa tim Satgas yang sudah dibentuk telah berkomitmen untuk mewujudkan Universitas tadulako yang terbebas dari kasus kekerasan seksual dengan kerjasama dan dukungan dari pimpinan Universitas maupun Fakultas.
“Semoga, PPKS Untad bisa berjalan dan berperan sesuai dengan amanat Permendikbudristek No. 30 tahun 2021, kemudian pimpinan Universitas dan Fakultas bisa menyambut baik dan men-support kerja-kerja Satgas PPKS” harap Dr. Nudiatul.
(DZ)
*Artikel ini merupakan hasil kerjasama dengan Rutgers.id dan Project Multatuli
MUNGKIN KAMU SUKA
INTERNATIONAL WOMEN'S DAY : MENGGELAR PANGGUNG EKSPRESI UNTUK MENYUARAKAN HAK-HAK PEREMPUAN
[LPM NASIONAL] - Hari Perempuan Internasional (8 Maret) adalah hari bagi kita untuk bersuara bersama orang-orang di seluruh dunia dan meneriakkan pesan kesetaraan…
AKSI 'BULLYING' TIDAK MENANDAKAN SESEORANG ITU HEBAT
[LPM NASIONAL] Di kampus yang tenang, terselip cerita tak terungkap. Di tengahnya, seorang mahasiswa bernama Arief, ia juga seorang wartawan bersemangat, merasa terpanggil…
RIBUAN MAHASISWA SE - KOTA PALU TOLAK RUU PILKADA, BENTROK DENGAN POLISI TERJADI
Ribuan mahasiswa yang tergabung dari berbagai kampus di Kota Palu melakukan demonstrasi menolak Revisi Undang-Undang (RUU) Pilkada di depan Gedung DPRD Provinsi Sulawesi…