[LPM NASIONAL] - Belakangan ini masih kerap terdengar kasus kekerasan seksual. Korbannya tidak lain adalah perempuan.

Komisi Nasional (Komnas) Perempuan mencatat dalam rentang 22 tahun, diperkirakan lebih dari 60 ribu kasus kekerasan seksual dilaporkan ke Komnas Perempuan dan pengada layanan, baik di ranah personal (24,480 kasus) dan di ranah publik (36,446 kasus). Kekerasan seksual yang dimaksud terutama pemerkosaan, pelecehan seksual, dan eksploitasi seksual yang terjadi dalam kondisi sehari-hari. Belum lagi yang terjadi dalam situasi khusus, seperti Tragedi Mei 1998 dan beragam kondisi konflik di berbagai daerah. Tragedi Mei 1998 menjadi pemicu lahirnya berbagai lembaga layanan bagi perempuan korban kekerasan di lingkungan gerakan masyarakat melalui Women Crisis Centre, fasilitas kesehatan melalui Pusat Krisis Terpadu (PKT) maupun di lingkungan kepolisian yang kini menjadi  Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPPA), serta Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan anak (P2TP2A). Komnas Perempuan juga ikut membidani lahirnya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sebagai salah satu upaya strategis penanganan kasus Kekerasan Berbasis Gender (KBG). Keberanian perempuan korban untuk bersuara mendorong lahirnya UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Kekerasan seksual menurut bentuknya, terbagi dalam beberapa jenis. Penggolongan ini ditujukkan untuk memudahkan penanganan terhadap korban. Berikut bentuk kekerasan seksual yang diakui oleh Komnas Perempuan per 2013, meliputi:

1. Perkosaan
2. Intimidasi seksual termasuk ancaman atau percobaan perkosaan
3. Pelecehan seksual
4. Eksploitasi seksual
5. Perdagangan perempuan untuk tujuan seksual
6. Prostitusi paksa
7. Perbudakan seksual
8. Pemaksaan perkawinan, termasuk cerai gantung
9. Pemaksaan kehamilan
10. Pemaksaan aborsi
11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi
12. Penyiksaan seksual
13. Penghukuman tidak manusiawi dan bernuansa seksual
14. Praktik tradisi bernuansa seksual yang membahayakan dan mendiskriminasi perempuan
15. Kontrol seksual, termasuk lewat aturan diskriminatif beralasan moralitas dan agama

Dari sekian banyaknya bentuk kekerasan seksual, ada hal yang kelihatannya mulai dinormalisasikan, yaitu catcalling. Apa itu catcalling? Dikutip dari Talking Mental Health, catcalling adalah salah satu bentuk pelecehan di jalanan yang seringkali berupa komentar seksual yang tidak diinginkan, gerakan provokatif, dan klakson mobil. Tindakan ini sering kali disepelekan padahal memberikan dampak yang serius kepada si korban. Umumnya, penampilan fisik dan cara berpakaian menjadi fokus utama dalam hal ini. Lalu, apakah hanya dengan bentuk badan yang sexy ditambah dengan cara berpakaian seseorang menjadi tolak ukur untuk perempuan selalu menjadi korban kekerasan seksual? Atau akankah perempuan akan selalu merasa tidak aman? Hal ini jelas sangat disayangkan, apalagi stigma buruk dari masyarakat yang menilai perempuan hanya dari cara berpakaiannya saja. Mengapa tidak pola pikir dan moral orang-orang yang pelan-pelan untuk diubah? Tanda tanya ini jelas menjadi introspeksi untuk kita bersama. Perempuan yang kuat, perempuan yang berani melawan! 

#Happy International Woman's Day

OPINI LAINNYA: Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Bukan Humas Kampus

Penulis: Cantika 

Editor: Abay