"APAKAH SEMUA PERBEDAAN HARUS DIHARGAI"
Apa yang pertama terlintas dibenak kalian ketika mendengarkan masyarakat inklusif? Sesuatu hal tentang perbedaan? Saling menghargai keberagaman? Toleransi? Ya itu semua adalah tentang inklusif. Di berbagai belahan dunia tindak rasisme akan perbedaan sudah sangat membaik dari tahun ke tahun kita ambil contoh Negara adidaya yakni Amerika, golongan orang kulit putih dan kulit hitam sudah hidup damai berdampingan. Selain itu dalam kurun waktu 5 tahun terakhir kebijakan baru di negara paman sam itu sudah mengizinkan umat muslim melakukan ibadah di tempat umum.
Penulis terlalu jauh membahas perkembangan masyarakat inklusif di Amerika, padahal Negeri kita memiliki semboyan Bhineka Tunggal Ika. Semboyan ini yang telah mendoktrin kita sejak masih duduk dibangku sekolah dasar bahwasanya kita harus saling menghargai perbedaan antar ras, suku agama dan keberagaman lainnya. Tentu saja hal tersebut sangat berdampak ketika kita makin tumbuh dewasa dan harus dipaksa beradaptasi dilingkungan baru. Jadi apa sebenarnya masyarakat inklusif itu? Masyarakat inklusif adalah saat masyarakat secara positif menerima keberagaman dan perbedaan dalam segala bentuk, serta mengintegrasikannya ke dalam berbagai aspek kehidupan sosial dan infartuktur yang ada.
Sudahlah bicara soal toleransi, menghargai perbedaan dan lain sebagainya itu terlalu fundamental, dan penulis yakin para pembaca tulisan saat ini sudah memiliki pehamahaman yang cukup mengenai hal yang penulis jelaskan diatas dan memiliki integritas dalam menerima serta menghargai perbedaan. Baik penulis akan melanjutkan dan menyempitkan lebih sensitif mengenai masyarakat inklusif. Apakah semua perbedaan dari golongan manusia dapat kita terima? Dapat kita hargai? Tentu saja tidak. Mengapa demikian? Karena masih banyak orang yang belum menyadari bahwa ada perbedaan yang sangat tidak etis untuk dihargai, kerap dan sangat mudah kita temui di lingkungan sekitar. Ya Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT). Jelas penimpangan sosial ini masih sering diabaikan. Berawal dari candaan sampai keterusan, penulis akan membahas paradigma LGBT ini dengan bentuk pyramid terbalik. Di Negara bagian barat hak-hak kaum laknat ini telah diakui. Sangat bertolak belakang dengan di Indonesia yang sangat menentang keras penimpangan tersebut namun banyak yang tidak disadari, menentang keras tapi masih diberikan ruang, bisa dilihat dari salah satu artis lucinta luna yang operasi kelamin tapi masih mendapatkan panggung di entertaiment. Tentu saja ini masalah yang urgent untuk generasi anak bangsa darurat mental dan moral, penulis berani mengatakan demikian karena sebelum menulis ini sudah pernah meriset beberapa mahasiswa yang ada di Universitas Tadulako (Untad) mengenai LGBT jawaban dari beberapa informan cukup mencegangkan, bahwa mereka mengatakan ketika saya terlahir di dunia semua itu tanpa persetujuan dari saya, saya sadar fitrah saya sebagai laki laki, tapi saya merasa saya berbeda, saya tidak pernah meminta untuk terlahir sebagai LGBT. Lagi pula mahasiswa sudah pasti memiliki Open Minded dan menghargai perbedaan dalam inklusif kehidupan, selagi saya tidak merugikan orang lain jadi saya bahagia menjadi kaum pelangi.
Demikianlah jawaban salah satu mahasiswa yang ditemui penulis saat wawancara.
Apakah perlu pemerintah membuat regulasi mengenai kaum pelangi ini agar di bina?
Apakah akan terus dibiarkan begitu saja selagi mereka tidak merugikan orang lain dan bisa menjadi hiburan bagi yang melihat tingkah mereka? Apakah akan begitu begitu saja hanya demi eksistensi masyarakat inklusif? Penulis sangat khawatir mengenai darurat moral tersebut dilingkungan kampus, Tidak semua perbedaan harus dihargai demi mewujudkan inklusif. Penulis juga menarik kesimpulan bahwa kaum pelangi lebih berbahaya dibanding pecandu narkoba. Itu adalah bom waktu untuk generasi anak bangsa, indonesia emas atau indonesia cemas?
Peneliti menarik kesimpulan bahwa hal demikian perlu lebih di perhatikan dan dibuat regulasi untuk pembinaan dan saling mengingatkan akan kodrat dan fitrah. Terlepas dari itu bahwa mereka menyadari itu sudah menjadi takdir mereka padahal tidak! Jadi setiap manusia yang terlahir didunia itu pasti memiliki kekurangan entah itu dalam bentuk penyakit fisik atau mental, kita harus sadar akan kekurangan yang menyimpang itu. Jika sudah sadar segera ke ahli nya, psikologi atau psikiater.
Adapun saran dari penulis bahwa tidak semua perbedaaan harus di terima dan pemerintah harus membuat regulasi untuk pembinaaan kaum pelangi ini, agar kiranya kedepan membuat balai rehabilitas penyandang kaum pelangi agar mereka kembali ke kodratnya.
Penulis : Suryakanta
MUNGKIN KAMU SUKA
10 NOVEMBER: MENGENANG JASA, MENGUATKAN BANGSA
LPM NASIONAL FISIP 3 minggu yang lalu
SKAYA & LANGIT
LPM NASIONAL FISIP 4 minggu yang lalu
TiNDAK LANJUT KORBAN DEMO, ALIANSI MAHASISWA SE-KOTA PALU SERUKAN TUNTUTAN DEPAN MAPOLDA SULTENG
Aliansi Mahasiswa se-Kota Palu telah kembali melakukan aksi demonstrasi setelah aksi yang dilakukan pada (23/08/2024) kemarin.
Aksi ini dilakukan sebagai bentuk…